MATERI

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak ahli berpendapat tentang arti, tujuan dan manfaat pelatihan. Namun dari berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Menurut Dr. Ir. H. Suprijanto yang judul bukunya “Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi” (2007: 158), menyatakan bahwa:
“Pelatihan adalah salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa atau suatu pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikap peserta dengan cara yang spesifik”.

Menurut Sikula dalam Sumantri (2000: 2), mengartikan pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu”.
Hadari Nawawi (1997) menyatakan bahwa, pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang.
Pengertian-pengertian di atas mengarahkan kepada penulis untuk menyimpulkan bahwa yang dimaksud pelatihan dalam hal ini adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa “pelatihan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja mendatang”.
Dalam kenyataannya, pelatihan untuk orang dewasa memerlukan strategi dan teknik yang berbeda dengan pelatihan bagi anak-anak (pedagogis). Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda, yaitu keterlibatan atau peran serta peserta pelatihan, dan pengaturan lainnya menyangkut materi pelatihan, waktu penyelenggaraan, dan lain sebagainya. Untuk menerapkan palatihan dengan menggunakan berbagai metode pelatihan dan teknik yang tidak menggurui dan menceramahi, maka peranan fasilitator bukanlah hanya sekedar memindahkan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta, sebagaimana hal yang sering terjadi dalam pelatihan pedagogis. Akan tetapi, fasilitator mendorong keterlibatan peserta dalam proses belajar secara mandiri.
Jadi, agar pelatihan dapat berjalan dengan lancar, maka pemandu (facilitator), pelatih (trainer) dengan menggunakan metode dan teknik yang banyak melibatkan peran serta peserta harus dapat berperan dengan baik untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif.




B. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, ruang lingkup pembahasan masalah ini adalah belum diterapkannya siklus belajar dari pengalaman (experiential learning cycle) yang di miliki kelompok-T setelah mengikuti pelatihan partisipatif.

C. Perumusan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, rumusan masalah yang akan saya bahas yaitu :”Bagaimana meningkatkan penerapan siklus belajar dari pengalaman (experiential learning cycle) yang di miliki kelompok-T setelah mengikuti pelatihan partisipatif?”.

D. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, dapat diperoleh tujuan penulisan karya ilmiah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana cara meningkatkan penerapan siklus belajar dari pengalaman (experiential learning cycle) yang di miliki kelompok-T setelah mengikuti pelatihan partisipatif.

E. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan karya ilmiah ini ialah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
a) Untuk menambah pengatahuan tentang siklus belajar dari pengalaman (experiential learning cycle) yang di miliki kelompok-T setelah mengikuti pelatihan partisipatif.
b) Untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Andragogi.
2. Bagi Pembaca
Untuk memperluas pengetahuan tentang siklus belajar dari pengalaman (experiential learning cycle) yang di miliki kelompok-T setelah mengikuti pelatihan partisipatif.

F. Batasan Istilah
Pelatihan : salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa atau suatu pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikap peserta dengan cara yang spesifik.
Kelompok-T : kelompok training (kelompok pelatihan).
Partisipatif : keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta didik dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.






BAB II
KAJIAN TEORI
Pelatihan partisipatif dalam konteks yang lebih luas manajemen pelatihan memiliki dimensi tentang bagaimana pengelolaan pelatihan, supaya pelatihan bisa berjalan dengan baik dan berhasil secara efektif dan efisien. Manajemen pelatihan secara konsep bisa diartikan “Proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengevaluasian terhadap kegiatan pelatihan dengan memanfaatkan aspek-aspek pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan secara efektif dan efisien”. Dalam konteks yang lain manajemen pelatihan atau pengelolaan pelatihan identik dengan manajemen proyek atau pada istilah lain sama dengan mengelola proyek. Oleh karena itu daur Managing training dapat digambarkan sebagai berikut :


Gambar 2. 1
Daur Managing Training

Gambar ini menjelaskan bahwa proses manajemen pelatihan dimulai dengan analisis, yaitu analisis kebutuhan (need analysis) terhadap hal-hal yang akan menjadi objek pelatihan, kemudian dilanjutkan dengan desain program pelatihan, yaitu langkah mendesain program-program pelatihan. Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan dan penerapan, yaitu proses pelaksanaan dan Penerapan program-program pelatihan. Kemudian diakhiri dengan evaluasi yaitu tahap untuk memberikan penilaian dan analisa pengembangan. Pada setiap tahapan tersebut akan ada proses umpan balik, yang bertujuan untuk mengontrol efektivitas pelaksanaan dan proses pelatihan.
Menurut Dr. Ir. H. Suprijanto yang judul bukunya “Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi” (2007: 165), dalam pelatihan partisipatif biasanya digunakan apa yang disebut siklus belajar dari pengalaman (experiential learning cycle) yaitu:

Mengalami

Menerapkan Mengungkapkan



Generalisasi Menganalisis


1. Mengalami
Pengalaman merupakan inti proses belajar. Hal ini mencangkup segala sesuatu yang berhubungan dengan perasaan kita, pengalaman kita, dan apa saja yang kita alami.
2. Mengungkapkan
Tahap ini merupakan tahap di mana peserta mengungkapkan berbagai pengalamannya. Apa yang terjadi; apa yang saya rasakan dan katakana; apa yang dirasakan dan dikatakan; bagaimana pengalaman tersebut memiliki arti.
3. Menganalisis
Tahap ini merupakan suatu proses pemahaman, yaitu suatu proses untuk mencoba memahami berbagai ungkapan pengalaman dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses balajar atau proses pelatihan secara kritis.
4. Generalisasi
Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam proses balajar dan pelatihan. Bagaimana ungkapan pengalaman dan analisis yang terjadi, perlu ditarik suatu generalisasi atau kesimpulan sebagai bahannuntuk menyusun tindak lanjut.
5. Menerapkan
Tahap ini merupakan tahap di mana kita melakukan dan melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan atau hasil pembelajaran. Pelaksanaan kegiatan termasuk di dalamnya uji coba, penelitian, implementasi dan pengambilan risiko, atau dapat juga merupakan kegiatan menunggu, mendengarkan dan mengamati.

Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.
Dari tiga tahap atau fase tersebut, mengandung langkah-langkah pengembangan program pelatihan. Langkah-langkah yang umum digunakan dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan oleh William B. Werther (1989 : 287) yang pada prinsipnya meliputi (l) need assessment; (2) training and development objective; (3) program content; (4) learning principles; (5) actual program-, (6) skill knowledge ability of works; dan (7) evaluation. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Simamora (1997 : 360) yang menyebutkan delapan langkah pelatihan yaitu:
Pertama, penilaian kebutuhan (need assessment) pelatihan merupakan langkah yang paling penting dalam pengembangan program pelatihan. Langkah penilaian kebutuhan ini merupakan landasan yang sangat menentukan pada langkah-langkah berikutnya. Kekurangakuratan atau kesalahan dalam penilaian kebutuhan dapat berakibat fatal pada pelaksanaan pelatihan. Dalam penilaian kebutuhan dapat digunakan tiga tingkat analisis yaitu analisis pada tingkat organisasi, analitis pada tingkat program atau operasi dan analisis pada tingkat individu. Sedangkan teknik penilaian kebutuhan dapat digunakan analisis kinerja, analisis kemampuan, analisis tugas maupun survey kebutuhan (need survey).
Kedua, perumusan tujuan pelatihan dan pengembangan (training and development objective) hendaknya berdasarkan kebutuhan pelatihan yang telah ditentukan. perumusan tujuan dalam bentuk uraian tingkah laku yang diharapkan dan pada kondisi tertentu. Pernyataan tujuan ini akan menjadi standar kinerja yang harus diwujudkan serta merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program pelatihan.
Ketiga, isi program (program content) merupakan perwujudan dari hasil penilaian kebutuhan dan materi atau bahan guna mencapai tujuan pelatihan. Isi program ini berisi keahlian (keterampilan), pengetahuan dan sikap yang merupakan pengalaman belajar pada pelatihan yang diharapkan dapat menciptakan perubahan tingkah laku. Pengalaman belajar dan atau materi pada pelatihan harus relevan dengan kebutuhan peserta maupun lembaga tempat kerja.
Keempat, prinsip-prinsip belajar (learning principles) yang efektif adalah yang memiliki kesesuaian antara metode dengan gaya belajar peserta pelatihan dan tipe-tipe pekerjaan, yang membutuhkan. Pada dasarnya prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar lima hal yaitu partisipasi, reputasi, relevansi, pengalihan, dan umpan balik (Sondang P. Siagian, 1994 :190). Dengan prinsip partisipasi pada umumnya proses belajar berlangsung dengan lebih cepat dan pengetahuan yang diperoleh diingat lebih lama. Prinsip reputasi (pengulangan) akan membantu peserta pelatihan untuk mengingat dan memanfaatkan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki. Prinsip relevansi, yakni kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila bahan yang dipelajari mempunyai relevansi dan makna kongkrit dengan kebutuhan peserta pelatihan. Prinsip pengalihan dimaksudkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam kegiatan belajar mengajar dengan mudah dapat dialihkan pada situasi nyata (dapat dipraktekkan pada pekerjaan). Dan prinsip umpan balik akan membangkitkan motivasi peserta pelatihan karena mereka tahu kemajuan dan perkembangan belajarnya.
Kelima, pelaksanaan program (actual program) pelatihan pada prinsipnya sangat situasional sifatnya. Artinya dengan penekanan pada perhitungan kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan, penggunaan prinsip-prinsip belajar dapat berbeda intensitasnya, sehingga tercermin pada penggunaan pendekatan, metode dan teknik tertentu dalam pelaksanaan proses pelatihan.
Keenam, keahlian, pengetahuan, dan kemampuan pekerja (skill knowledge ability of workers) sebagai peserta pelatihan merupakan pengalaman belajar (hasil) dari suatu program pelatihan yang diikuti. Pelatihan dikatakan efektif, apabila hasil pelatihan sesuai den-an tugas peserta pelatihan. dan bermanfaat pada tugas pekerjaan.
Dan langkah terakhir dari pengembangan program pelatihan adalah evaluasi (evaluation) pelatihan Pelaksanaan program pelatihan dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan terjadi suatu proses transformasi pengalaman belajar pada bidang pekerjaan. Sondang P. Siagian menegaskan proses transformasi dinyatakan berlangsung dengan baik apabila terjadi paling sedikit dua hal yaitu peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja (1994:202). Selanjutnya untuk mengetahui terjadi tidaknya perubahan tersebut dilakukan penilaian. Dan untuk mengukur keberhasilan tidaknya yang dinilai tidak hanya segi-segi teknis saja. Akan tetapi juga segi keperilakuan (Sondang P. Siagian; 1994:202). Dan untuk evaluasi diperlukan kriteria evaluasi yang dibuat berdasarkan tujuan program pelatihan dan pengembangan.



















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kulitatif, dengan cara mengumpulkan data dan informasi yang terakurat dari berbagai sumber seperti buku dan internet.
Proses pelaksanaan tindakan ini merupakan suatu siklus belajar dari pengalaman (experiential learning cycle) yang di miliki kelompok-T dalam pelatihan partisipatif yang meliputi beberapa kegiatan menurut Dr. Ir. H. Suprijanto yang judul bukunya “Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi” (2007: 165) yaitu:
1. Mengalami
Pengalaman merupakan inti proses belajar. Hal ini mencangkup segala sesuatu yang berhubungan dengan perasaan kita, pengalaman kita, dan apa saja yang kita alami.
2. Mengungkapkan
Tahap ini merupakan tahap di mana peserta mengungkapkan berbagai pengalamannya.
3. Menganalisis
Tahap ini merupakan suatu proses pemahaman, yaitu suatu proses untuk mencoba memahami berbagai ungkapan pengalaman dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses balajar atau proses pelatihan secara kritis.

4. Generalisasi
Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam proses balajar dan pelatihan.
5. Menerapkan
Tahap ini merupakan tahap di mana kita melakukan dan melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan atau hasil pembelajaran.

B. Rencana Tindakan
1. Perencaaan
Persiapan pelatihan partisipatif yang akan dilaksanakan antara lain:
a. Merumuskan materi dan muatan dalam urutan yang logis.
b. Merencanakan dan memeperkirakan kebutuhan waktu yang sesuai.
c. Pikirkan dan susunlah langkah-langkah yang tepat.
d. Memilih, menetapkan, dan menggunakan beragam metode.
e. Mempunyai awal dan akhir, artinya ada jangka waktu tertentu dalam pelaksanaan pelatihan.
f. Hindari adanya kevakuman dalam proses interaksi antara fasilitator dan peserta dalam proses pelatihan.

2. Pelaksanaan Tindakan
Menurut Lunandi (1982), rancangan kegiatan pelatihan dapat dilakukan dengan menjawab lima pertanyaan, yaitu:

Tabel 1. Contoh Rancangan Pelatihan Pengelolaan Perkoperasian
No. Pertanyaan Jawaban
1 Siapa yang akan dilatih? Orang-orang dewasa yang berminat dan belum mempunyai pengetahuan perkoperasian dengan pendidikan formal, profesi, usia, jenis kelamin yang beragam.
2 Apa yang akan mereka pelajari? a. Falsafah kerja sama dalam kelompok.
b. Keterampilan hubungan antara manusia
c. Teknis pengelolaan perkoperasian.
3 Siapa yang akan menyampaikan materi? Tiga orang staf pendidikan Biro Konsultasi Koperasi Kredit.
4 Dengan cara bagaiamana mereka akan dilatih? a. Metode pendidikan orang dewasa.
b. Metode laboratorium digunakan untuk mengajarkan Falsafah kerja sama dalam kelompok dan keterampilan hubungan antara manusia.
c. Ceramah digunakan untuk memnberikan pengetahuan dasar.
d. Studi kasus dipakai untuk memberikan pelajaran kepengurusan dan peraturan koperasi.
e. Permainan peran untuk pendekatan manusiawi.
f. Pemutaran slide untuk menumbuhkan motivasi.
g. Latihan eksperimensial untuk teknis administratif perkoperasian.
5 Bagaimana hasil pelatihan akan dievaluasi? Hasil latihan akan dievaluasi dalam dua tahap:
a. Segera setelah selesai kegiatan pelatihan, dengan menggunakan formulir evaluasi yang diisi oleh para peserta.
b. Segera setelah peserta merintis pembentukan koperasi kredit, peserta diminta mengirim surat ke Biro Konsultasi Koperasi Kredit.

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan penjelasan mengenai kelompok T dalam metode pelatihan yang berdasarkan sumber yang di jelaskan di atas jantung pelatihan adalah kelompok-T, suatu istilah yang sama artinya dengan kelompok training. Maka pada kenyataannya sendiri banyak belum di terapkannya siklus belajar dari pengalaman yang di miliki kelompok T dalam pelatihan partisipasif yang mengakibatkan tidak terpengaruhnya emosional yang kuat dari kelompok T itu sendiri serta cenderung mengakibatkan cara belajar yang kurang kondusif maka dengan di adakannya atau di terapkannya siklus belajar dari pengalaman yang di miliki oleh kelompok T di harapkan bahwa kelompok-T dapat berperan sebagai “wadah peleburan” interaksi personal yang dapat menghasilkan suasana belajar yang kondusif.
Dalam kenyataannya pelatihan untuk orang dewasa memerlukan strategi dan teknik yang berbeda dengan pelatihan bagi anak-anak (pedagogis). Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda, yaitu keterlibatan atau peran serta peserta pelatihan, dan pengaturan lainnya yang menyangkut materi pelatihan, dan pengaturan yang lainnya yang menyangkut materi pelatihan, waktu penyelenggaraan, dan lain sebagainya.
Untuk menerapkan siklus belajar dari pengalaman yang di miliki kelompok T dalam pelatihan partisipasif dengan banyak menggunakan berbagai metode dan teknik yang tidak menceramahi maka peran fasilitator bukan hanya memindahkan ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada peserta, sebagaimana hal yang sering terjadi dalam pelatihan pedagogis. Akan tetapi, fasilisator mendorong keterlibatan peserta dalam proses belajar secara mandiri. Penerapan siklus belajar kelompok T banyak manfaat yang dapat di ambil dari penerapan siklus belajar kelompok T salah satunya yaitu adanya instropeksi dan evaluasi diri dari kegiatan kecil kelompok sekitar yang intensif yang biasanya di lakukan oleh kelompok T itu sendiri. Pernyataan yang kadang terus terang dan kadang kala kasar tidak boleh di bawa keluar dari kelompok T karena cukup terjadi di dalam kelompok T saja pada masalah ini pengalaman pelatihan sering menimbulkan pengaruh negative yakni menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan untuk itu setiap kelompok T harus mempunyai seorang pelatih ahli, pelatih ahli bicara dan bergerak di antara 10-12 orang anggota kelompok pelatih ahli mengamati kelompok dari waktu ke waktu pelatih yang kompeten harus hadir hadir untuk mengamati reaksi anggota kelompok jika mengalami kebingungan tanpa adanya arahan yang jelas maka situasi yang membingungkan para kelompok T dapat menyebabkan sifat manusia yang kasar, pasda saat posisi seperti inilah sangat di perlukannya seorang yang ahli di bidangnya untuk menganalisis siapa yang berpartisifasi, pelatih yang ahli di bidangnya mengandalkan pengamatannya dan menganalisis situasi krisis untuk membantu para peserta dalam menumbuhkan kelompok sementara pelatihan tetap berlangsung.
Pada kajian penelitian ini, kami akan memfokuskan makna pelatihan. Pelatihan mengandung makna yang lebih khusus (spesifik), dan berhubungan dengan pekerjaan atau tugas yang dilakukan seseorang. Sedangkan yang dimaksudkan praktis adalah, bahwa responden yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga harus bersifat praktis.
Berdasarkan tinjauan teoritis, pembahasan tentang pelatihan dapat dilihat dari berbagai sudut, pelatihan dilihat dari pengertian, tujuan, asas, efektivitas dan manajemen pelatihan. Pembahasan tersebut masih dalam tataran teoritis, sehingga baru diperoleh informasi-informasi yang bersifat umum. Informasi ini merupakan dasar rujukan dan pijakan dalam membahas dan menganalisis permasalahan pelatihan lebih jelas. Penelitian ini menghendaki tentang pelatihan dalam tataran konkret, yaitu pembahasan yang bersifat menyeluruh. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada penerapan pelatihan.
Apabila ditinjau dari segi evaluasinya pelatihan akan memiliki keberartian yang lebih mendalam. Evaluasi ini akan memperlihatkan tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu program. Beberapa kriteria yang digunakan dalam evalusi pelatihan akan berfokus pada outcome (hasil akhir). kriteria yang efektif dalam mengevaluasi pelatihan yaitu : 1. Reaksi dari peserta, 2. pengetahuan atau proses belajar mengajar, 3. perubahan perilaku akibat pelatihan dan 4. hasil atau perbaikan yang dapat diukur. Kriteria tersebut dalam konteks yang lebih luas dapat dikembangkan untuk mengetahui dampak keberhasilan suatu program pelatihan yang sudah dilaksanakan. Selanjutnya kriteria efektivitas evaluasi di atas dijadikan dimensi untuk mengukur tingkat Penerapan hasil pelatihan pada suatu lembaga.
Perbedaan yang nyata dengan pendidikan, diketahui bahwa pendidikan pada umumnya bersifat filosofis, teoritis, bersifat umum, dan memiliki rentangan waktu belajar yang relatif lama dibandingkan dengan suatu pelatihan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pembelajaran, mengandung makna adanya suatu proses belajar yang melekat terhadap diri seseorang. Pembelajaran terjadi karena adanya orang yang belajar dan sumber belajar yang tersedia. Dalam arti pembelajaran merupakan kondisi seseorang atau kelompok yang melakukan proses belajar.
Jadi dapat disimpulkan, yang dimaksud pelatihan dalam hal ini adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa “pelatihan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja mendatang”.
Jadi pengertian, tujuan dan manfaat pelatihan secara hakiki merupakan manifestasi kegiatan pelatihan. Dalam pelatihan pada prinsipnya ada kegiatan proses pembelajaran baik teori maupun praktek, bertujuan meningkatkan dan mengembangkan kompetensi atau kemampuan akademik, sosial dan pribadi di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta bermanfaat bagi karyawan (peserta pelatihan) dalam meningkatkan kinerja pada tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.




BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ditinjau dari dimensi peserta didik, penerapan strategi siklus belajar dari pengalaman (experiential learning cycle) ini memberi keuntungan sebagai berikut :
1. Meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
2. Membantu mengembangkan sikap ilmiah peserta didik.
3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Adapun kekurangan penerapan strategi siklus belajar dari pengalaman (experiential learning cycle) ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan sebagai berikut (Soebagio, 2000).:
1. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.
2. Menurut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
4. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.

Dari pengertian, tujuan dan manfaat pelatihan diatas, secara hakiki merupakan manifestasi kegiatan pelatihan. Dalam pelatihan pada prinsipnya ada kegiatan proses pembelajaran baik teori maupun praktek, bertujuan meningkatkan dan mengembangkan kompetensi atau kemampuan akademik, sosial dan pribadi di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta bermanfaat bagi karyawan (peserta pelatihan) dalam meningkatkan kinerja pada tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

B. Saran
Dengan adanya penulisan karya ilmiah ini yang membahas tentang pelatihan, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam penulisan karya ilmiah ini:
1) Hendaknya penulis, langsung terjun ke lapangan atau melakukan eksperimen langsung untuk membuktikan kebenaran karya ilmiahnya ini.
2) Hendaknya, data paserta pelatihan di lampirkan dalam karya ilmiah ini.
3) Perlu di tingkatkan lagi pada deskriptif pada pembahasan.








DAFTAR PUSTAKA
Suprijanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta: PT. BUmi Aksara

http://www.canboyz.co.cc/

http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&biw=1366&bih=559&q=DEFINISI+PELATIHAN&aq=f&aqi=g6&aql=&oq=&fp=526b55089319aa97

http://file.upi.edu/Direktori/C%20-%20FPBS/JUR.%20PEND.%20BAHASA%20DAERAH/196302101987031%20-%20YAYAT%20SUDARYAT/MKL%20BInd/Mengelola%20Pelatihan%20Partisipatif.pdf

http://teorionline.wordpress.com/2010/06/27/pelatihan-sdm/

www. deliveri.org